Kelembagaan Pekebun Kunci Sisi Hulu Tata Niaga Sawit

Tandan Buah Segar (TBS) pekebun mandiri kelapa sawit menjadi bagian sumber bahan baku yang tersedia pada sisi hulu dalam tata niaga minyak kelapa sawit atau CPO (crude palm oil). Pekebun yang menjual TBS hasil produksi kepada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) atau produsen CPO wajib dilakukan melalui kelembagaan pekebun seperti koperasi atau kelompok tani pekebun yang sudah didaftarkan sistem informasi penyuluhan (Simluhtan).
Aturan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/Permentan/KB.120/I/2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun.
Di Kalimantan Barat, Permentan tersebut ditegaskan melalui Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 63 Tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Indeks K dan Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun Kalimantan Barat. Namun dalam implementasinya masih ditemukan adanya ketidaksesuaian.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalimantan Barat, Muhammad Munsif mengatakan aturan yang ada saat ini sudah cukup untuk mengatur tata niaga sawit khususnya di provinsi ini. Pemerintah saat ini hanya perlu memastikan bahwa aturan tersebut ditegakkan dengan benar.
“Memang tidak bisa langsung bisa ditegakan aturannya, pasti memerlukan proses” ungkapnya.
Dalam aturan disebutkan bahwa pembelian TBS pekebun kelapa sawit dilakukan secara langsung oleh PKS melalui kelembagaan pekebun atau kelompok pekebun, dan tidak dibenarkan diluar kelembagaan pekebun atau kelompok pekebun, dengan mengikuti harga yang telah ditetapkan oleh Tim Penetapan Harga TBS Kalimantan Barat. Kelembagaan pekebun inilah yang saat ini menjadi tantangan. Sebab saat ini tidak semua pekebun tergabung dalam lembaga berbadan hukum seperti koperasi.
“Hal ini yang terus kita dorong agar pekebun punya kelembagaan. Sebab yang bisa bermitra dengan PKS adalah kelembagaan pekebun atau kelompok pekebun,” katanya.
Untuk mendorong seluruh pekebun masuk dalam kelembagaan seperti koperasi atau kelompok pekebun, diperlukan peran yang besar dari pemerintah kabupaten yang mengeluarkan izin bagi perusahaan sawit.
Sekadau Dorong Komitmen PKS
Sejumlah PKS di Kabupaten Sekadau menandatangani kesepakatan sebagai komitmen untuk mengimplementasikan tata kelola sawit sesuai dengan aturan yang berlaku. PKS yang ikut dalam kesepakatan tersebut adalah milik PT KSP, PT RAM, PT PHS, PT MIP, PT SML, PT GUM, PT TBSM, dan PT Agro Andalan. Penandatangan kesepakatan tersebut dilakukan bersamaan dengan Kegiatan Rapat Koordinasi Tata Niaga Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Dalam mendukung Rencana Aksi Daerah Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan, yang digelar di Hotel Ibis Pontianak, Rabu 13 April 2022.
Wakil Bupati Sekadau, Subandrio mengatakan tata niaga TBS di lapangan akan terkendali dengan baik apabila ada aturan yang berlaku tersebut ditegakkan. Melalui kesepakatan yang digelar tersebut, besar harapannya agar tata niaga yang diharapkan tersebut bakal tercapai.
“Kesepakatan ini adalah tonggatnya. Kalau PKS-PKS ini berjalan sesuai dengan kesepakatan ini, maka tata niaga yang diharapkan bisa terjadi,” ucap Subandrio.
Dengan adanya kesepakatan ini pula, dia berharap terjadi persaingan yang sehat antar sesama PKS di Kabupaten Sekadau. Menurutnya ada potensi persaingan yang tidak sehat, apalagi saat ini harga sawit sedang dalam kondisi tinggi.
Kesepakatan ini kian mempertegas implementasi aturan tata niaga sawit dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/Permentan/KB.120/I/2018 dan Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 63 Tahun 2018, khususnya di Kabupaten Sekadau. Dirinya meminta PKS untuk mematuhi aturan yang berlaku tersebut.
Subandrio mengatakan, salah satu permasalahan tata niaga sawit adalah kehadiran loading ramp, atau tempat penampungan sementara TBS. Kehadiran loading ramp dianggap merugikan tata niaga sawit karena membuat sistem pemasaran tidak terkontrol dan TBS yang dijual ke PKS tidak jelas sumbernya. Namun Subandrio menilai, solusi dari persoalan tersebut adalah komitmen PKS untuk membeli TBS hanya lewat kelembagaan pekebun atau kelompok pekebun yang telah menjadi mitra mereka.
“PKS yang membeli buah ini yang kita tekankan. Sebab yang bisa merusak ini kalau mengambil TBS dari petani mandiri tapi tidak jelas asal usulnya,” ucapnya.
Di sisi lain, agar TBS pekebun terserap oleh PKS mitra, maka pekebun harus tergabung dalam kelembagaan berbadan hukum ataupun kelompok pekebun. Inilah yang pihaknya terus upayakan agar setiap pekebun di Kabupaten Sekadau menjadi anggota bagi kelembagaan atau kelompok pekebun.
“Sehingga nantinya jelas TBS yang ada di PKS itu sumbernya dari KUD (kelembagaan pekebun, red) mana,” ucapnya.
Selain itu, kelembagaan pekebun yang berbadan hukum juga akan memudahkan pemerintah untuk melakukan pembinaan kepada mereka.
Perbanyak STD-B
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Kabupaten Sekadau, Sandae mendorong pekebun untuk mengurus Surat Tanda Daftar Budidaya (STD-B). STD-B merupakan pendataan dan pendaftaran pekebun dengan luasan kurang dari 25 hektare oleh pemerintah.
“Pentingnya STD-B itu selain untuk memudahkan menjadi mitra PKS, juga untuk mencapai proses akhir dari sertifikat RSPO, (Roundtable on Sustainable Palm Oil),” katanya.
Di Kabupaten Sekadau pun menargetkan seluruh lahan kebun swadaya mengantongi STD-B. Kendala yang dihadapi saat ini adalah keterbatasan sumber daya manusia untuk melakukan pendataan tersebut. Saat ini total areal luas perkebunan kelapa sawit rakyat yang baru memiliki STD-B di Kabupaten Sekadau adalah 2000 hektare. Padahal menurutnya ada sekitar Rp50-60 ribu hektare luas kebun sawit petani swadaya.
“Permasalahan kami adalah terbatasnya SDM. Makanya kami kerja sama dengan NGO,” ucapnya.
Pengurusan STD-D menurutnya tidak kenakan biaya alias gratis. Meski begitu, diakuinya masih ada pekebun yang enggan mengajukan STD-B. Alasan pekebun adalah karena mereka khawatir akan dijadikan objek pajak.
Bisa Jadi Acuan
Sementara itu, Pengurus Gapki CabangKalbar, Lubis menyambut baik adanya Rapat Koordinasi Tata Niaga Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Dalam mendukung Rencana Aksi Daerah Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Kabupaten Sanggau sekaligus adanya MoU terhadap komitmen mematuhi ketentuan yang ada dari pihak terkait. Menurutnya agenda tersebut bisa menjadi acuan atau contoh kabupaten lainnya di Kalbar.
"Rakor dan MoU tata niaga tersebut bisa menjadi acuan atau contoh ke kabupaten lainnya di seluruh wilayah KalBar," ujar dia.
Pihaknya juga mendorong stakeholder untuk mematuhi aturan atau regulasi yang telah ada yaitu Permentan 01 tahun 2018 dan Pergub 63 tahun 2018 mengenai tata niaga TBS agar berjalan dan diterapkan di masing - masing perusahaan.
"Kami juga meminta pemerintah provinsi dan kabupaten melalui OPD terkait untuk melakukan pemantauan, pengawasan dan pelaksanaan atas regulasi tersebut," harap dia.
© Copyright 2017 . GAPKI-KALBAR